25 Oktober 2010

Olot (Episode 1)

Pada kesempatan kali ini saya akan coba membahas lebih dalam soal olot. Olot atau yang kita kenal sebagai olahraga otak pada dasarnya dibagi menjadi beberapa macam kategori. Yang akan kita bahas kali ini adalah yang berjenis boardgame dan yang berjenis cardgame.

Boardgame dapat kita terjemahkan secara harafiah sebagai permainan dengan menggunakan papan. Namun tidak semua permainan tersebut menggunakan strategi sehingga tidak semua bisa kita kategorikan sebagai olot. Contoh boardgame yang termasuk ke dalam olot adalah : catur, igo, xiangqi, dan shogi. Sementara contoh boardgame yang tidak termasuk ke dalam olot adalah : ular tangga

Lalu ada pula yang berjenis cardgame. Cardgame sesuai namanya diambil dari kata card yang artinya akrtu dan game yang artinya permainan, sehingga cardgame adalah permainan dengan menggunakan kartu. Sejauh ini cardgame bisa kita bagi ke dalam dua kelompok, yakni tradisional dan trading card game (modern). Yang tradisional misalnya : bridge, poker, remi, dan bahkan solitaire. Sementara yang sejenis trading card game dan bisa dikatakan sebagai modern card game misalnya : yugioh dan magic the gathering.

Selain dari sisi media permainan, yakni papan dan kartu, boardgame dan cardgame dapat dilihat perbedaannya dari sisi keberuntungannya. Di dalam cardgame bisa dikatakan keberuntungan adalah 50 persen dan strategi juga 50 persen. Malah ada yang mengatakan keberuntungan lebih besar daripada strategi. Karena di dalam cardgame biasanya setiap pemain mendapatkan kartu-kartu yang dia sudah pasti tidak akan bisa memperkirakannya. Namun tetap harus bisa memanfaatkannya untuk mencapai kemenangan. Filosofi bagus yang bisa kita ambil dari permainan kartu ini adalah bahwa apa yang akan terjadi di masa depan serba tidak pasti. Namun yang pasti adalah anda harus terus berjuang dan berusaha memanfaatkan apa yang anda punya dan apa yang akan anda terima (yang tidak pasti bentuknya) sambil bersiap menerima kenyataan tentang apa yang akan hilang dari anda (yang tidak bisa anda prediksi). Sama seperti di dalam cardgame, apa yang akan anda miliki serba tidak pasti. Namun yang pasti hanya strateginya.

Boardgame mempergunakan papan sebagai medianya. Tidak seperti cardgame, keberuntungan di dalam boardgame hampir bisa dibilang tidak ada. Semua yang ada di hadapan anda adalah pasti. Keberuntungan hanya diperoleh dari lawan yang melakukan langkah lemah atau malah salah langkah. Sekalipun semua yang anda miliki dan yang akan anda miliki adalah pasti bukan berarti boardgame lebih mudah dari cardgame lho ya. Malah menurut saya, boardgame lebih sulit daripada cardgame. Karena ketika kita tau bahwa apa yang akan kita miliki adalah pasti, tetap saja diperlukan usaha. Yang rumit dari boardgame justru diperlukan sebuah pemikiran komplek untuk memikirkan apa yang kita perlu lakukan untuk memiliki sesuatu tersebut.

Pada episode berikutnya kita akan membahas lebih lanjut soal kedua jenis game ini. So, nantikan terus artikelnya. Salam jenius!

Jalur Prestasi

Saya freak? Saya gila? Saya maniak? Banyak yang bilang begitu. Di saat hampir semua orang memilih untuk menekuni bidang-bidang yang banyak disukai orang dan mendatangkan banyak uang, sebut saja seperti menjadi pemain sinetron atau musisi, saya malah lebih memilih menekuni dunia ke-atlit-an. Bukan sepak bola, bukan basket, ataupun juga tenis, melainkan saya lebih memilih menekuni boardgame.

Apakah itu boardgame? Sering orang memelesetkan boardgame menjadi boredgame. Karena bagi sebagian orang, olahraga ini sangat membosankan. Bayangkan jika anda duduk sangat lama dan menatap sebuah papan di depan anda, orang mungkin melihat anda sebagai orang yang kurang kerjaan. Tapi mereka yang berkomentar seperti itu, tidak paham sama sekali apa yang ada di pikiran si pemain boardgame. Kali ini, saya tidak akan membahas tentang boardgame, melainkan saya akan membahas tentang jalur prestasi.

Menurut saya (ingat ini menurut saya lho!), setiap orang itu harus mempunyai jalur prestasinya sendiri-sendiri. Orang boleh bekerja sebagai apa saja, tapi dia harus punya sesuatu yang menjadi ciri khasnya sendiri-sendiri yang tentunya akan dia tekuni demi mencoba membuat sebuah prestasi. Menekuni jalur prestasi ini, jika ia punya pekerjaan di bidang lain, maka sebaiknya dilakukan tanpa memikirkan imbalan atau uang yang ia peroleh dari keberhasilannya.

Secara garis besar, saya menyimpulkan ada dua jalur prestasi. Yakni jalur prestasi subjektif, dan jalur prestasi objektif.

Jalur prestasi subjektif adalah jalur prestasi yang tingkat keberhasilannya ditentukan lewat pendapat orang, misal menjadi pemain sinetron. Seseorang ketika menjadi pemain sinetron, tingkat keberhasilannya diukur (sebenarnya) bukan dengan uang yang ia peroleh dari penghasilan. Karena uang yang ia peroleh menandakan bahwa kemampuannya diukur oleh produser dan kru film lainnya. Melainkan ukuran itu lebih diukur oleh pendapat masyarakat. Namun, terkadang semaksimal apapun seorang pesinetron berakting, pasti masih ada yang bilang aktingnya jelek meskipun ada juga yang memujinya. Ketika ukuran keberhasilan ini dilihat dari kacamata banyak orang pasti akan ada pro dan kontra, bukan?

Contoh lainnya dari jalur prestasi subjektif adalah musisi dan juru masak. Sementara untuk jalur prestasi objektif merujuk pada sebuah tingkat keberhasilan yang diukur dengan seperangkat aturan tertentu yang telah disepakati bersama. Contoh sederhana adalah sepakbola. Sebuah tim sepak bola dikatakan berhasil (istilahnya menang) dalam suatu pertandingan apabila hingga akhir pertandingan tim tersebut mampu mencetak lebih banyak gol daripada lawannya. Atau kita ambil saja contoh olahraga lari. Seorang pelari dikatakan berhasil apabila dia mampu mencapai garis finish terlebih dahulu daripada pelari lainnya.

Jalur prestasi subjektif, hasil kerja keras kita mungkin akan terlihat tidak jelas apa kita berhasil atau tidak. Karena ada pro dan ada kontra. Sedangkan pada jalur objektif hasil kerja kita dapat terlihat lebih jelas. Meskipun begitu pada jalur subjektif akan selalu ada orang yang menyukai hasil kerja kita, sehingga ketika kita bisa menyukakan sekelompok kecil orang saja maka setidaknya kita tau bahwa kita berhasil (paling tidak di mata orang-orang yang menyukai kerja kita). Sementara pada jalur objektif bila kalah ya pasti kita dicemooh, bila menang ya dipuji. Itu resiko. Namun pada jalur objektif kekalahan haruslah kita pandang sebagai pertanda bahwa kita harus lebih banyak berlatih lagi.

Saya sendiri lebih condong menyukai jalur prestasi objektif. Bukan berarti saya menganggap buruk jalur prestasi subjektif lho. Hanya saja memang saya lebih enjoy di jalur prestasi objektif. Saya masih menghormati orang-orang yang sampai sekarang memilih jalur prestasi subjektif.

Selain subjektif dan objektif, jalur prestasi juga dapat dibagi menjadi 3 kategori lagi yakni fisik, keterampilan, dan pikiran. Jalur prestasi fisik menjadikan kemampuan kita mengolah fisik kita sebagai bagian utama yang dinilai. Contoh binaraga, angkat besi, model, dan lain-lain. Jalur prestasi keterampilan menilai kemampuan kita dalam mempelajari keterampilan-keterampilan tertentu. Contoh sepakbola, tenis, menyanyi, pemain sinetron, dan lain-lain. Jalur prestasi pikiran memposisikan kemampuan kita berfikir dan memutuskan sesuatu dalam pikiran sebagai object penilaian utamanya. Contoh catur, bridge, igo, xiangqi, shogi. Dari ketiganya saya lebih memilih jalur prestasi pikiran. Dan sekali lagi saya pun tetap menghormati orang-orang yang memilih jalur prestasi fisik dan keterampilan.

Intinya, apapun sebenarnya yang anda pilih adalah sesuatu yang baik. Karena pastinya anda sudah menyesuaikan pilihan anda pada minat, bakat, dan kondisi diri anda sendiri. Dan apapun itu jalur prestasi pilihan anda; subjektif atau objektif; fisik, keterampilan, atau pikiran; yang terpenting adalah bagaimana anda bisa total untuk menekuninya sehingga bisa menghasilkan sebuah prestasi yang bisa membanggakan diri sendiri, keluarga, bahkan bangsa dan negara. Salam sukes selalu......GBU all ^^

 
>